Macam-macam
Majas
Majas atau figurative language adalah bahasa kias yang secara
tidak langsung mengungkapkan makna. Majas digunakan sebagai bentuk ungkapan
perasaan. Secara garis besar hanya ada empat klasifikasi majas: Majas
perbandingan atau perumpamaan, majas sindiran, majas penegasan, dan majas
pertentangan. Setiap klasifikasi majas memiliki banyak jenis. Setidaknya hampir
60 jenis majas dari empat klasifikasi majas dalam bahasa Indonesia. Namun yang
akan kita bahas dalam buku ini hanya sebagian yang umum saja.
(1) Majas
Perbandingan/Pertautan
Disebut perbandingan, sebab bahasa
kias yang ada bisa diperbandingkan atau dipersamakan. Istilah Beberapa jenis majas perbandingan:
a.
Personifikasi (Perbandingan
benda yang tak bernyawa dengan manyamakan sifat yang biasanya dimiliki manusia
[person=manusia])
Misalkan: Pensilnya menari-nari
di atas kertas.
Nyiur di pantai melambai menyambut
kedatangan kami.
Kata menari-nari digunakan dalam
pensil. Tentu saja tidak mungkin pensil bisa menari. Sifat yang dimiliki
manusia, yaitu menari digunakan pensil. Pensilnya menari-nari di atas kertas
mengandung arti bahwa ia (nya) sedang menulis. Sama seperti nyiur yang
melambai. Kata melambai tentu saja dimiliki manusia dalam melambaikan tangan.
Nyiur hanyalah pohon yang tidak memiliki tangan. Namun daunnya yang tertiup
angin kesana-kemari seolah-olah seperti lambaian tangan.
b.
Perumpamaan/simile/asosiasi (perbandingan yang berbeda tapi dianggap sama. Biasanya ditandai
dengan kata bagai, laksana, seperti, bak, atau sejenisnya.)
Misalkan: Mereka berdua seperti pinang
dibelah dua.
Cantiknya
terpancar layaknya bulan yang bersinar
terang.
Ada perbandingan yang jelas
berbeda antara mereka (manusia) dengan pinang. Namun perbandingan tersebut
dianggap sama dengan melekatkan kata seperti.
c.
Alegori
(perbandingan dengan cara lain melalui kiasan/penggambaran)
Misalkan: Perjalanan
hidup manusia seperti sungai yang
megalir mennyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak
kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang padaakhirnya berhenti.
Kata seperti menunjukkan perumpamaan (simile) sebagai ciri khas majas
perbandingan. Kata seperti
membandingkan antara perjalanan hidup manusia dengan sungai.
d.
Metafora
(perbandingan dengan kesamaan sifat yang sama atau hampir sama)
Misalkan: Rentenir itu yan lintah darat.
Ada kesamaan sifat yang
diperbandingkan. Kesamaan sifat antara rentenir dengan lntah darat. Kita tahu
jika Rentenir tentu akan menyerap uang nasabah. Lintah pun menghisap darah
manusia. Kesamaan sifatnya adalah sama-sama menyerap/memeras.
e.
Sinestesia
(perbandingan dengan menukarkan alat indera)
Misalkan: Suara penyanyi itu renyah
di telinga.
Terjadi pertukaran makna dalam
alat indera dalam frasa renyah di telinga. Kita tahu renyah bisa dirasakan oleh
lidah. Sedangkan telinga berfungsi sebagai penangkap suara. Namun dalam kalimat
terebut renyah yang seharusnya dirasa oleh lidah dipertukarkan dengan
membandingkan rasanya dengan telinga.
f.
Metonimia
(perbandingan dengan sebut merek)
Misalkan: Ayah sudah berangkat ke Jakarta menggunakan Merpati.
Kata Merpati bukanlah definisi
sejenis burung namun merek dagang armada pesawat.
g.
Simbolik (Simbol/lambang
dilukiskan dengan benda, binatang, atau tumbuhan)
Misalkan: Semua lelaki buaya darat.
Aulia
dikenal sebagai bunga desa di kampung
kami.
Frasa buaya darat dan bunga desa
tentunya bukanlah makan sebenarnya. Kedua makna tersebut hanyalah
kiasan/perlambangan saja. Lelaki dipersamakan sifatnya dengan buaya sehingga
menjadi buaya darat. Aulia (wanita)
dipersamakan sifatnya (kecantikan) dengan bunga (sama-sama cantik) sehingga menjadi
bunga desa (gadis tercantik)
h.
Sinekdoke
(membandingkan dengan menyebutkan bagian dengan bagian lainnya secara
bertentangan.) Ada dua jenis majas sinekdoke
Sinekdone
Pars pro toto (menyebutkan
sebagian untuk keseluruhan)
Misalkan: Aku belum bertemu batang hidungnya.
Batang hidung merupakan bagian
kecil dari anggota tubuh yang sekaligus mewakili satu tubuh secara keseluruhan.
Sinekdoke
totem pro parte (menyebutkan
keseluruhan untuk sebagian)
Misalkan: Indonesia menang 2-1 dalam kejuaraan semalam.
Indonesia adalah sebuah negara
utuh. Tidak mungkin Indonesia (dalam artian sebuah negara) mengikuti kejuaraan.
Yang ada adalah delegasi/perwakilan negara Indonesia yang berkompetisi dalam
kejuaraan. Walaupun delegasi tersebut terbatas, bisa sekelompok bahkan per
orangan, namun yang disebutkan bukanlah nama per orangan tersebut tapi nama
negara (lebih luas lagi). Sehingga yang menang bukanlah sekelompok orang namun
disebutkan lebih umum, yaitu Indonesia.
i.
Elipsis (ada
penghilangan kata/bagian kata)
Majas Elipsis sengaja
menghilangkan salah satu unsur dalam kalimat karena dianggap sama atau sudah
terwakili unsur lain.
Misalkan: Ayah dan Ibu ke Surabaya.
Jika dicermati, kalimat tersebut
tidak memiliki Predikat sehingga hanya terdiri S dan K saja. Namun secara
logika kalimat tersebut dapat diterima, dengan kesamaan makna dengan Ayah dan
Ibu pergi ke Surabaya.
j.
Alusi (secara
tidak langsung menunjukkan hal/peristiwa yang diketahui bersama)
Dalam majas Alusi atau alusio,
unsur sejarah dan pengetahuan umum (minimal dengan lawan bicara) sangat
diperlukan dalam mengambarkan lambang makna.
Misalkan: Masih banyak pemuda yang melupakan jasa
orang tuanya, mirip maling kundang
yang tidak mengakui ibunya.
Kisah maling kundang menjadi
legenda dna dikenal banyak orang. Kisah ini menjadi contoh kisah anak yang
durhaka terhadap orang tuanya.
k.
Inversi
Seperti inversi pada umumnya,
majas inversi dinyatakan dengan mengubah susunan kalimat.
Misalkan: Adik sudah mandi.
Sudah mandi, Adik. (majas inversia)
(2) Majas
Pertentangan
Disebut pertentangn, sebab makna
yang dikandung berbeda dari makna kata yang sebenarnya. Majas
a.
Hiperbola
Majas pertama yang kita ingat
sejak SD adalah hiperbola. Hiperbola memberikan pernyataan berlebihan dari
makna kata aslinya dengan maksud meninggikan kesan atau meminta perhatian.
Mislakan: Tubuhnya tinggal kulit membalut tulang.
Tubuhnya tinggal kulit membalut
tulang memiliki arti seseorang (nya) yang sangat kurus kering dan menderita.
Secara logika, kita sadar bahwa mustahil tulang manusia langsung dibalut dengan
kulit. Sebab kulit sebagai pelindung unsur pembentuk tubuh seperti daging, urat
syaraf, paru-paru, jantung, atau bagian tubuh yang lain.
b.
Litotes
Majas pertentangan yang menyatakan
pernyataan/makna kata berbeda dengan kenyataan yang ada dengan tujuan
mengecilkan/agar terkesan tidak sombong.
Misalkan: Silahkan mampir ke gubuk kami.
Kata gubuk yang kita kenal adalah
rumah berdinding jerami atau rotan dengan ukuran tidka terlalu besar, dan
sangat sederhana. Namun saat berkunjung, ternyata gubuk yang dimaksudkan
bukanlah arti gubuk yang kita kenal sebelumnya. Namun rumah mewah dengan lantai
marmer dan fasilitas lengkap. Inilah litotes dengan maksud agar tidak terkesan
menyombongkan diri. (litotes=little=kecil=tidak sombong)
c.
Paradoks
Majas ini mempertentangkan antara
fakta dengan kenyataan yang ada.
Misalkan: Hatiku merintih ditengah kebisingan kota Jakarta.
Hatiku metintih, artinya
menunjukkan si aku (ku) sedang bersedih. Namun di tengah kebisingan kota yang
ramai.
d.
Antitesis
Majas yang menggunakan pasangan
lawan kata (antonim).
Misalkan: Miskin kaya, cantik atau buruk wajib memiliki KTP.
Dalam pasar malam tersebut tampak
banyak pengunjung, baik tua muda, laki-laki atau perempuan semua berbaur jadi
satu.
e.
Oksimoron
Oksimoron adalah majas yang saling
bertentangan dalam satu kalimatnya.
Misalkan: Nuklir dapat menjadi pemusnah masal, tetapi juga dapat menyejahterakan kehidupan umat manusia.
Dalam satu
kalimat tersebut terdapat makna yang saling bertentangan tentang nuklir yaitu,
menjadi pemusnah masal, dan menyejakterakan kehidupan. Pemusnah dengan
menyejahterakan tentunya memiliki makna yang saling bertentangan.
(3) Majas
Penegasan/perulangan
Kiasan yang menyatakan penegas.
a.
Pleonasme
(pemakaian kata-kata lebih dari yang dibutuhkan)
Majas pleonasme disebut penegas,
sebab adanya keterangan tambahan pada pernyataan yang sebenarnya sudah sangat
jelas atau keterangan tidak dibutuhkan.
Misalkan: Peserta rapat harap segera masuk
ke dalam ruangan rapat.
Ayah
naik ke atas genting untuk mengganti
genting pecah.
Saya
melihatnya dengan mata kepala saya
sendiri.
Frasa masuk ke dalam, naik ke atas, mata kepala merupakan bentuk penegas
dalam pleonasme. Bagaimanapun yang disebut masuk akan selalu ke dalam. Disebut
naik pasti akan ke atas. Bahkan mata tentu saja dimiliki kepalanya sendiri
tidak mungkin jika melihat menggunakan mata orang lain, atau kepala orang lain.
b.
Repetisi
(Re=pengulangan)
Majas repetisi disebut penegas,
sebab adanya pengulangan kata atau sekelompok kata dalam satu kalimat.
Misalkan: Dialah yang kutunggu, dialah yang kurindu, dialah yang kunanti.
Bukan dia, bukan kamu, bukan
siapa-siapa, aku hanya ingin sendiri.
Kata dialah mengalami perulangan,
memberikan penegasan bahwa memang dia. Sama halnya dengan kata bukan yang
ditegaskan hingga tiga kali.
c.
Paralelisme
(pengulangan yang biasanya banyak ditemui dalam puisi)
Disebut paralelisme sebab ada dua
atau lebih bagian kalimat yang diulang sehingga membentuk pola tertentu
(paralel)
Misalkan:
Karena kami tidak boleh memililih dan kamu bebas berencana
Karena kami Cuma bersandal dan kamu bebas memakai senapan
Karena kami harus sopan dan kamu punya penjara
Maka tidak dan tidak kepadamu
Karena kamu arus kali dan kamu batu tanpa hati
Maka air akan mengikis batu
….
(sajak si Burung Merak, Rendra)
d.
Retorik
(bentuk kaimat retoris)
Majas retorik, sesuai namanya
berbentuk kalimat retoris, yaitu kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban.
Jawaban biasanya sudah diketahui bersama. Majas retorik selain berfungsi
penegas juga berfungsi sebagai sindiran, atau menggugah.
Misalkan: Apa manusia hidup tak butuh makan?
Kamu
bisa membeli nyawa?
Kedua contoh menunjukkan bahwa
kaimat pertanyaan tersebut tidak perlu untuk dijawab sebab kita sudah
mengetahui jawabannya. Kalimat seperti ini disebut retoris yang fungsi utamanya
sebagai penegas (tanpa butuh jawaban). Contoh pertanyaan Kamu bisa membeli
nyawa? Menunjukkan bahwa kalimat retoris pun berfungsi pula sebagai sindiran
atas perlakuan seseorang, atau keinginan untuk menggugah hati seseorang.
e.
Tautologi
(mengulang kata dalam kalimat)
Tautologi adalah majas penegasan
dengan mengulang kata dalam sebuah kalimat. Pengulangan tersebut berfungsi
sebagai penegas. Kata yang diulang tidak harus kata yang sama namun bisa juga
berbentuk sinonim kata.
Misalkan:
Rumah
tangga yang baik haruslah sakinah,
mawadah, dan warahmah.
Kita
perlu menjaga ketentraman, ketertiban,
dan keamanan lingkungan kita.
Tidak, tidak, tidak, aku tidak ingin menikah
dengan dia.
f.
Majas Klimaks
(urutan ke atas/memuncak ke atas)
Seperti namanya, majas klimaks
memberikan pernyataan yang disusun secara berurutan dan semakin lama semakin
memuncak (klimaks).
Misalkan: Peserta lomba ini mulai dari anak-anak,
remaja, dewasa, hingga lansia.
Anak-anak, remaja, dewasa, hingga
lansia, frasa tersebut menunjukkan urutan yang semakin lama semakin meninggi
(dari anak-anak sampai lansia).
g.
Antiklimaks
(urutan ke bawah/menurun ke bawah)
Antiklimaks merupakan gaya bahasa
yang berlawanan dengan klimaks. Dalam majas antiklimaks urutan pernyataan
disusun terbalik dari puncak perbincangan menuju ringan.
Misalkan:
Kepala
sekolah, guru, karyawan, dan seluruh siswa SMK Plus NU Sidoarjo menyambut kehadiran Bapak Anies Basweda
dalam kunjungannya.
Antiklimaks ditunjukkan dengan
urutan ke bawah dari kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa.
h.
Aliterasi
(bunyi awal sama)
Aliterasi lebih mudah kita jumpai
dalam puisi. Majas aliterasi mengulang bunyi awal sehingga didapatkan bunyi
awal yang sama.
Misalkan: Inilah indahnya impian, insan ingat ingkar.
i.
Antanaklasis
(homonim kata. kata sama makna beda)
Majas antanaklasis menggunakan
kata yang sama namun memiliki makna yang berbeda.
Misalkan: Buah
penanya sangat bermanfaat bagi seluruh umat, sehingga untuk beberapa saat,
ia menjadi buah bibir di kalangan
akademisi.
Sama-sama menggunakan kata buah,
namun antara keduanya jelas memiliki perbedaan. Buah pena berarti hasil karya
(ciptaan dari tangan), sedangkan buah bibir berarti bahan perbincangan.
j.
Kiasmus
(inversi/anastrof)
Kiasmus merupakan majas yang
menggunakan perulangan kata yang lebih sering dalam kalimat inversi, penempatan
predikat di depan subjek.
Misalkan: Senang
aku, akhirnya kamu datang!
Frasa senang aku berpola p-s.
(4) Majas
Sindiran
Karena sifatnya, dalam majas sindiran
berfungsi sebagai peningkat kesan dan pengaruhnya. Majas sindiran juga terbagi
dalam beberapa jenis,
a.
Ironi
(bertentangan dengan maksud menyindir, sindiran halus)
Ironi merupakan sindiran yang
paling halus. Menggunakan kata-kata yang berlawanan makna, sedikit memberikan
pujian namun sindiran kemudian.
Misalkan: Beri aplouse yang meriah untuk jawara terlambat kita bulan ini.
Bagus sekali tulisanmu, aku sama sekali
tidak bisa membacanya.
Terlambat bukanlah hal yang perlu
dibanggakan sehingga mendapat aplouse. Justru jawara terlambat merupakan bentuk
sindiran.
b.
Sinisme
(sindiran langsung diberikan untuk orang lain)
Sinisme hampir seperti ironi,
namun sinisme lebih kasar.
Misalkan: Kamu kan cerdas, hanya
masalah kecil tidak bisa menghadapi.
Melihat
wajahmu, aku ingin muntah.
c.
Sarkasme
(sindiran kasar dan tidak sopan)
Sarkasme merupakna sindiran yang
paling kasar. Disebut kasar karena menggunakan kata-kata yang tidak sopan.
Misalkan: Aku kira kamu bodoh,
nyatanya kamu terlalu tolol.
Mikir
itu pakai otak, bukan pakai dengkul.
Hai,
monyet! Jaga ya bicaramu.