Terimakasih. Saya sangat menghargai karya.

< !- START disable copy paste -->

Senin, 10 April 2017

Majas

Macam-macam Majas
Majas atau figurative language adalah bahasa kias yang secara tidak langsung mengungkapkan makna. Majas digunakan sebagai bentuk ungkapan perasaan. Secara garis besar hanya ada empat klasifikasi majas: Majas perbandingan atau perumpamaan, majas sindiran, majas penegasan, dan majas pertentangan. Setiap klasifikasi majas memiliki banyak jenis. Setidaknya hampir 60 jenis majas dari empat klasifikasi majas dalam bahasa Indonesia. Namun yang akan kita bahas dalam buku ini hanya sebagian yang umum saja.
(1)   Majas Perbandingan/Pertautan
Disebut perbandingan, sebab bahasa kias yang ada bisa diperbandingkan atau dipersamakan. Istilah  Beberapa jenis majas perbandingan:
a.     Personifikasi (Perbandingan benda yang tak bernyawa dengan manyamakan sifat yang biasanya dimiliki manusia [person=manusia])
Misalkan:    Pensilnya menari-nari di atas kertas.
                  Nyiur di pantai melambai menyambut kedatangan kami.
Kata menari-nari digunakan dalam pensil. Tentu saja tidak mungkin pensil bisa menari. Sifat yang dimiliki manusia, yaitu menari digunakan pensil. Pensilnya menari-nari di atas kertas mengandung arti bahwa ia (nya) sedang menulis. Sama seperti nyiur yang melambai. Kata melambai tentu saja dimiliki manusia dalam melambaikan tangan. Nyiur hanyalah pohon yang tidak memiliki tangan. Namun daunnya yang tertiup angin kesana-kemari seolah-olah seperti lambaian tangan.
b.    Perumpamaan/simile/asosiasi (perbandingan yang berbeda tapi dianggap sama. Biasanya ditandai dengan kata bagai, laksana, seperti, bak, atau sejenisnya.)
Misalkan:    Mereka berdua seperti pinang dibelah dua.
                  Cantiknya terpancar layaknya bulan yang bersinar terang.
Ada perbandingan yang jelas berbeda antara mereka (manusia) dengan pinang. Namun perbandingan tersebut dianggap sama dengan melekatkan kata seperti.
c.     Alegori (perbandingan dengan cara lain melalui kiasan/penggambaran)
Misalkan:    Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang megalir mennyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang padaakhirnya berhenti.
Kata seperti menunjukkan perumpamaan (simile) sebagai ciri khas majas perbandingan. Kata seperti membandingkan antara perjalanan hidup manusia dengan sungai.
d.    Metafora (perbandingan dengan kesamaan sifat yang sama atau hampir sama)
Misalkan:    Rentenir itu yan lintah darat.
Ada kesamaan sifat yang diperbandingkan. Kesamaan sifat antara rentenir dengan lntah darat. Kita tahu jika Rentenir tentu akan menyerap uang nasabah. Lintah pun menghisap darah manusia. Kesamaan sifatnya adalah sama-sama menyerap/memeras.
e.     Sinestesia (perbandingan dengan menukarkan alat indera)
Misalkan:    Suara penyanyi itu renyah di telinga.
Terjadi pertukaran makna dalam alat indera dalam frasa renyah di telinga. Kita tahu renyah bisa dirasakan oleh lidah. Sedangkan telinga berfungsi sebagai penangkap suara. Namun dalam kalimat terebut renyah yang seharusnya dirasa oleh lidah dipertukarkan dengan membandingkan rasanya dengan telinga.
f.     Metonimia (perbandingan dengan sebut merek)
Misalkan:    Ayah sudah berangkat ke Jakarta menggunakan Merpati.
Kata Merpati bukanlah definisi sejenis burung namun merek dagang armada pesawat.
g.    Simbolik (Simbol/lambang dilukiskan dengan benda, binatang, atau tumbuhan)
Misalkan:    Semua lelaki buaya darat.
                  Aulia dikenal sebagai bunga desa di kampung kami.
Frasa buaya darat dan bunga desa tentunya bukanlah makan sebenarnya. Kedua makna tersebut hanyalah kiasan/perlambangan saja. Lelaki dipersamakan sifatnya dengan buaya sehingga menjadi buaya darat. Aulia (wanita) dipersamakan sifatnya (kecantikan) dengan bunga (sama-sama cantik) sehingga menjadi bunga desa (gadis tercantik)
h.     Sinekdoke (membandingkan dengan menyebutkan bagian dengan bagian lainnya secara bertentangan.) Ada dua jenis majas sinekdoke
Sinekdone Pars pro toto (menyebutkan sebagian untuk keseluruhan)
Misalkan:    Aku belum bertemu batang hidungnya.
Batang hidung merupakan bagian kecil dari anggota tubuh yang sekaligus mewakili satu tubuh secara keseluruhan.
Sinekdoke totem pro parte (menyebutkan keseluruhan untuk sebagian)
Misalkan:    Indonesia menang 2-1 dalam kejuaraan semalam.
Indonesia adalah sebuah negara utuh. Tidak mungkin Indonesia (dalam artian sebuah negara) mengikuti kejuaraan. Yang ada adalah delegasi/perwakilan negara Indonesia yang berkompetisi dalam kejuaraan. Walaupun delegasi tersebut terbatas, bisa sekelompok bahkan per orangan, namun yang disebutkan bukanlah nama per orangan tersebut tapi nama negara (lebih luas lagi). Sehingga yang menang bukanlah sekelompok orang namun disebutkan lebih umum, yaitu Indonesia.
i.      Elipsis (ada penghilangan kata/bagian kata)
Majas Elipsis sengaja menghilangkan salah satu unsur dalam kalimat karena dianggap sama atau sudah terwakili unsur lain.
Misalkan:    Ayah dan Ibu ke Surabaya.
Jika dicermati, kalimat tersebut tidak memiliki Predikat sehingga hanya terdiri S dan K saja. Namun secara logika kalimat tersebut dapat diterima, dengan kesamaan makna dengan Ayah dan Ibu pergi ke Surabaya.
j.      Alusi (secara tidak langsung menunjukkan hal/peristiwa yang diketahui bersama)
Dalam majas Alusi atau alusio, unsur sejarah dan pengetahuan umum (minimal dengan lawan bicara) sangat diperlukan dalam mengambarkan lambang makna.
Misalkan:    Masih banyak pemuda yang melupakan jasa orang tuanya, mirip maling kundang yang tidak mengakui ibunya.
Kisah maling kundang menjadi legenda dna dikenal banyak orang. Kisah ini menjadi contoh kisah anak yang durhaka terhadap orang tuanya.
k.     Inversi
Seperti inversi pada umumnya, majas inversi dinyatakan dengan mengubah susunan kalimat.
Misalkan:    Adik sudah mandi.
                   Sudah mandi, Adik. (majas inversia)
(2)   Majas Pertentangan
Disebut pertentangn, sebab makna yang dikandung berbeda dari makna kata yang sebenarnya. Majas
a.     Hiperbola
Majas pertama yang kita ingat sejak SD adalah hiperbola. Hiperbola memberikan pernyataan berlebihan dari makna kata aslinya dengan maksud meninggikan kesan atau meminta perhatian.
Mislakan:    Tubuhnya tinggal kulit membalut tulang.
Tubuhnya tinggal kulit membalut tulang memiliki arti seseorang (nya) yang sangat kurus kering dan menderita. Secara logika, kita sadar bahwa mustahil tulang manusia langsung dibalut dengan kulit. Sebab kulit sebagai pelindung unsur pembentuk tubuh seperti daging, urat syaraf, paru-paru, jantung, atau bagian tubuh yang lain.
b.    Litotes
Majas pertentangan yang menyatakan pernyataan/makna kata berbeda dengan kenyataan yang ada dengan tujuan mengecilkan/agar terkesan tidak sombong.
Misalkan:    Silahkan mampir ke gubuk kami.
Kata gubuk yang kita kenal adalah rumah berdinding jerami atau rotan dengan ukuran tidka terlalu besar, dan sangat sederhana. Namun saat berkunjung, ternyata gubuk yang dimaksudkan bukanlah arti gubuk yang kita kenal sebelumnya. Namun rumah mewah dengan lantai marmer dan fasilitas lengkap. Inilah litotes dengan maksud agar tidak terkesan menyombongkan diri. (litotes=little=kecil=tidak sombong)
c.     Paradoks
Majas ini mempertentangkan antara fakta dengan kenyataan yang ada.
Misalkan:    Hatiku merintih ditengah kebisingan kota Jakarta.
Hatiku metintih, artinya menunjukkan si aku (ku) sedang bersedih. Namun di tengah kebisingan kota yang ramai.
d.    Antitesis
Majas yang menggunakan pasangan lawan kata (antonim).
Misalkan:    Miskin kaya, cantik atau buruk wajib memiliki KTP.
Dalam pasar malam tersebut tampak banyak pengunjung, baik tua muda, laki-laki atau perempuan semua berbaur jadi satu.
e.     Oksimoron
Oksimoron adalah majas yang saling bertentangan dalam satu kalimatnya.
Misalkan:    Nuklir dapat menjadi pemusnah masal, tetapi juga dapat menyejahterakan kehidupan umat manusia.
Dalam satu kalimat tersebut terdapat makna yang saling bertentangan tentang nuklir yaitu, menjadi pemusnah masal, dan menyejakterakan kehidupan. Pemusnah dengan menyejahterakan tentunya memiliki makna yang saling bertentangan.

(3)   Majas Penegasan/perulangan
Kiasan yang menyatakan penegas.
a.     Pleonasme (pemakaian kata-kata lebih dari yang dibutuhkan)
Majas pleonasme disebut penegas, sebab adanya keterangan tambahan pada pernyataan yang sebenarnya sudah sangat jelas atau keterangan tidak dibutuhkan.
Misalkan:    Peserta rapat harap segera masuk ke dalam ruangan rapat.
                  Ayah naik ke atas genting untuk mengganti genting pecah.
                  Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri.
Frasa masuk ke dalam, naik ke atas, mata kepala merupakan bentuk penegas dalam pleonasme. Bagaimanapun yang disebut masuk akan selalu ke dalam. Disebut naik pasti akan ke atas. Bahkan mata tentu saja dimiliki kepalanya sendiri tidak mungkin jika melihat menggunakan mata orang lain, atau kepala orang lain.
b.    Repetisi (Re=pengulangan)
Majas repetisi disebut penegas, sebab adanya pengulangan kata atau sekelompok kata dalam satu kalimat.
Misalkan:    Dialah yang kutunggu, dialah yang kurindu, dialah yang kunanti.
                  Bukan dia, bukan kamu, bukan siapa-siapa, aku hanya ingin sendiri.
Kata dialah mengalami perulangan, memberikan penegasan bahwa memang dia. Sama halnya dengan kata bukan yang ditegaskan hingga tiga kali.
c.     Paralelisme (pengulangan yang biasanya banyak ditemui dalam puisi)
Disebut paralelisme sebab ada dua atau lebih bagian kalimat yang diulang sehingga membentuk pola tertentu (paralel)
Misalkan:   
      Karena kami tidak boleh memililih dan kamu bebas berencana
      Karena kami Cuma bersandal dan kamu bebas memakai senapan
      Karena kami harus sopan dan kamu punya penjara
      Maka tidak dan tidak kepadamu
      Karena kamu arus kali dan kamu batu tanpa hati
      Maka air akan mengikis batu
      …. (sajak si Burung Merak, Rendra)
d.    Retorik (bentuk kaimat retoris)
Majas retorik, sesuai namanya berbentuk kalimat retoris, yaitu kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban. Jawaban biasanya sudah diketahui bersama. Majas retorik selain berfungsi penegas juga berfungsi sebagai sindiran, atau menggugah.
Misalkan:                Apa manusia hidup tak butuh makan?
                              Kamu bisa membeli nyawa?
Kedua contoh menunjukkan bahwa kaimat pertanyaan tersebut tidak perlu untuk dijawab sebab kita sudah mengetahui jawabannya. Kalimat seperti ini disebut retoris yang fungsi utamanya sebagai penegas (tanpa butuh jawaban). Contoh pertanyaan Kamu bisa membeli nyawa? Menunjukkan bahwa kalimat retoris pun berfungsi pula sebagai sindiran atas perlakuan seseorang, atau keinginan untuk menggugah hati seseorang.
e.     Tautologi (mengulang kata dalam kalimat)
Tautologi adalah majas penegasan dengan mengulang kata dalam sebuah kalimat. Pengulangan tersebut berfungsi sebagai penegas. Kata yang diulang tidak harus kata yang sama namun bisa juga berbentuk sinonim kata.
 Misalkan:  
      Rumah tangga yang baik haruslah sakinah, mawadah, dan warahmah.
      Kita perlu menjaga ketentraman, ketertiban, dan keamanan lingkungan kita.
      Tidak, tidak, tidak, aku tidak ingin menikah dengan dia.
f.     Majas Klimaks (urutan ke atas/memuncak ke atas)
Seperti namanya, majas klimaks memberikan pernyataan yang disusun secara berurutan dan semakin lama semakin memuncak (klimaks).
Misalkan:    Peserta lomba ini mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.
Anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia, frasa tersebut menunjukkan urutan yang semakin lama semakin meninggi (dari anak-anak sampai lansia).
g.    Antiklimaks (urutan ke bawah/menurun ke bawah)
Antiklimaks merupakan gaya bahasa yang berlawanan dengan klimaks. Dalam majas antiklimaks urutan pernyataan disusun terbalik dari puncak perbincangan menuju ringan.
Misalkan:   
Kepala sekolah, guru, karyawan, dan seluruh siswa SMK Plus NU Sidoarjo menyambut kehadiran Bapak Anies Basweda dalam kunjungannya.
Antiklimaks ditunjukkan dengan urutan ke bawah dari kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa.
h.     Aliterasi (bunyi awal sama)
Aliterasi lebih mudah kita jumpai dalam puisi. Majas aliterasi mengulang bunyi awal sehingga didapatkan bunyi awal yang sama.
Misalkan:    Inilah indahnya impian, insan ingat ingkar.

i.      Antanaklasis (homonim kata. kata sama makna beda)
Majas antanaklasis menggunakan kata yang sama namun memiliki makna yang berbeda.
Misalkan:    Buah penanya sangat bermanfaat bagi seluruh umat, sehingga untuk beberapa saat, ia menjadi buah bibir di kalangan akademisi.
Sama-sama menggunakan kata buah, namun antara keduanya jelas memiliki perbedaan. Buah pena berarti hasil karya (ciptaan dari tangan), sedangkan buah bibir berarti bahan perbincangan.
j.      Kiasmus (inversi/anastrof)
Kiasmus merupakan majas yang menggunakan perulangan kata yang lebih sering dalam kalimat inversi, penempatan predikat di depan subjek.
Misalkan:    Senang aku, akhirnya kamu datang!
Frasa senang aku berpola p-s.

(4)   Majas Sindiran
Karena sifatnya, dalam majas sindiran berfungsi sebagai peningkat kesan dan pengaruhnya. Majas sindiran juga terbagi dalam beberapa jenis,
a.     Ironi (bertentangan dengan maksud menyindir, sindiran halus)
Ironi merupakan sindiran yang paling halus. Menggunakan kata-kata yang berlawanan makna, sedikit memberikan pujian namun sindiran kemudian.
Misalkan:    Beri aplouse yang meriah untuk jawara terlambat kita bulan ini.
                  Bagus sekali tulisanmu, aku sama sekali tidak  bisa membacanya.
Terlambat bukanlah hal yang perlu dibanggakan sehingga mendapat aplouse. Justru jawara terlambat merupakan bentuk sindiran.
b.    Sinisme (sindiran langsung diberikan untuk orang lain)
Sinisme hampir seperti ironi, namun sinisme lebih kasar.
Misalkan:    Kamu kan cerdas, hanya masalah kecil tidak bisa menghadapi.
                  Melihat wajahmu, aku ingin muntah.
c.     Sarkasme (sindiran kasar dan tidak sopan)
Sarkasme merupakna sindiran yang paling kasar. Disebut kasar karena menggunakan kata-kata yang tidak sopan.
Misalkan:    Aku kira kamu bodoh, nyatanya kamu terlalu tolol.
                  Mikir itu pakai otak, bukan pakai dengkul.

                  Hai, monyet! Jaga ya bicaramu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar